Day 15 - Puasa di Masa Pandemi Covid-19


Halo guys, tepat 11 hari sudah kita menjalani puasa bersama di bulan Ramadhan 1441 H dengan suasana corona yang tak kunjung pergi juga. Bagaimana bulan puasa kalian? Apakah ada sesuatu lain dari yang lain, tak biasanya ada, atau tak seharusnya terjadi akibat dari wabah Covid-19 ini?

Beberapa hal yang saya amati di lingkungan sekitar, memang ada point-point tertentu yang berubah semenjak kasus corona di Indonesia semakin meningkat pesat. Terutama di lingkungan keluarga dan perumahan saya. Kali ini saya mau bahas tentang perubahan-perubahan yang terjadi selama bulan puasa di tengah pandemi, sambil kita bandingkan bagaimana seharusnya kita bersyukur akan kehidupan yang sedang kita jalani. Baik kini maupun nanti. Eh.
  1. Terawih dan sholat berjamaah dibatasi
    Biasanya saat bulan puasa pertama itu masa dimana ibadah sedang di puncak-puncaknya dan masjid/mushola sangat ramai (ya tapi kalau bisa jangan di awal doang ya guys, terutama di 10 hari terakhir Ramadhan). Sepertinya itu terjadi tahun lalu dan tahun-tahun sebelumnya, berbeda dengan tahun ini. Saat H-1 memasuki bulan Ramadhan, ada sebuah pengumuman di mushola sekitar rumah bahwa Terawih ditiadakan karena adanya Covid-19 ini. Setiap hari tetap ada sholat terawih, cuman microphone dimatikan. Sholat diam-diam gitu deh. Namun sebenarnya ada beberapa syarat yang bisa kita ikuti jika mau sholat terawih di mushola sini. Pertama, harus memakai masker. Kedua, jaga jarak shaf sholat minimal 1 meter kanan kiri. Ketiga, tanpa bersalaman.
  2. Bagi-bagi takjil di lingkungan rumah ditiadakan
    Biasanya selama bulan puasa akan ada jadwal bagi-bagi takjil untuk anak-anak kecil hingga remaja di perumahan saya sini. Jadi yang menyiapkan takjilnya nanti berbeda-beda setiap harinya, dapat sumbangan menu dari masing-masing rumah. Terus sambil mengisi waktu jelang buka puasa, diisi dengan ceramah atau kultum dari Ustadz perumahan sini. Materi yang disampaikan ringan banget dan mudah dipahami anak-anak. Tapi semua berubah semenjak negara api corona menyerang. Sudah gak ada lagi ramai-ramai anak kecil di depan mushola menunggu jadwal berbuka, ibu-ibu yang bingung menyiapkan menu takjil, dan suara ceramah dari bapak ustadz yang biasa terdengar sebelum adzan maghrib.  
  3. Tadarus/ngaji setiap malam dan subuh jadi sepi
    Sebelum corona datang, baik tahun lalu atau tahun-tahun sebelumnya, saat bulan puasa adalah saat yang yang dinanti untuk anak-anak, remaja, bapak-bapak dan ibu-ibu. Pokoknya semua kalangan selalu menyambut kehadirannya dengan suka cita. Mereka berbondong-bondong memeriahkan suasana ramadhan salah satunya dengan mengaji atau tadarus bersama di Mushola perumahan. Biasanya pagi-pagi setelah sholat subuh, terdengar suara ibu-ibu hingga siang menuju dhuhur. Ngajinya gantian kok guys, jadi bener-bener diatur supaya bisa mengerjakan pekerjaan rumah tangga masing-masing. Pas saya berangkat kerja pun masih ada suaranya. Lalu sore hari ada anak-anak kecil seumuran SD, dan dilanjut malamnya diisi oleh bapak-bapak. Tapi semua itu tidak terdengar lagi semenjak PSBB berlaku. Sedih! Jadi kangen suara-suara yang setiap pagi selalu terdengar dari jendela kamar dan setiap malam sebagai pengantar tidur. Tapi kondisi seperti ini malah bisa kita manfaatkan untuk introspeksi dan memperbaiki kualitas diri. Contohnya mengaji di rumah bersama keluarga. 
  4. Ngabuburit sangat irit
    Siapa yang selalu ngabuburit jalan-jalannya keluar rumah? nongkrong? pasar takjil? Sekarang sih mending di rumah saja ya. Sehingga agenda ngabuburit bisa dialokasikan untuk kebutuhan lain, lebih baik diisi dengan berdoa khusyuk menjelang maghrib, supaya puasa di hari itu banyak berkah dan berpahala. Jadi ngabuburitnya hemat banget ya! Eh saya ngomong gini juga belum tentu bisa menjalani kok, karena kondisi masih kerja di luar rumah. Setiap hari perjalanan 30 menit dari/ke kantor, jadi buka puasa kadang cuma minum air putih di kantor, kadang juga jajan di tengah perjalanan, atau kadang nahan-nahan biar sampai rumah dulu baru buka. Hihi
  5. Tidak ada jadwal untuk buka bersama
    Hayo ngaku siapa yang punya agenda bejibun untuk buka puasa bersama? Biasanya sih ada dari alumni SD, SMP, SMA, kuliah, geng jeruk, geng manis, sosialita papan atas, komunitas, dll. Loh loh! Udah habis berapa tuh buat buber aja? Sejauh ini saya benar-benar tidak ada jadwal dan tidak berniat untuk menghadiri buber. Kalau dulu memang boleh, tapi kondisi seperti ini, mulai dibatasi ya guys! Lindungi diri sendiri secara tidak langsung juga melindungi keluarga kecil kalian.
Sejauh ini corona tidak berdampak pada kegiatan puasa saya, hanya saja beberapa kegiatan pengiring puasa yang biasanya ada di lingkungan rumah menjadi hal yang sangat saya rindukan. Sungguh berbeda dari yang dulu, tapi dalam kondisi seperti ini justru tepat bagi kita bermuhasabah, instrospeksi diri dan memperbaiki kesalahan dan bersyukur sebanyak-banyaknya.

Tidak ada komentar

Posting Komentar