PART 2 : Persalinan Anak Pertama, Masa Ternyaman Bersamamu

 


Assalamualaikum, pembaca setia blog ini ☺️
Sebelum masuk ke bagian kedua dari cerita perjuangan melahirkan, izinkan saya bercerita sedikit tentang sebuah berita yang saya terima saat usia kehamilan menginjak 5 minggu, yang mana masih dalam masa-masa Trimester Pertama, dan bisa dibilang sebagai berita yang tak ingin saya dengar waktu itu.

Kembali flashback saat itu saya dan suami masih dalam suasana bahagia menerima kabar bahwa saya positif hamil. Tetapi beberapa hari setelahnya, pada saat saya bersih diri (mandi), saya merasakan ada sesuatu (berupa benjolan) di sekitar PD sebelah kiri, yah kira-kira ukurannya 2-3 cm lah ya. Qodarullah bidan dan dokter di sekitar rumah bilang bahwa itu tumor jinak (lipoma), tidak berbahaya dan bisa dihilangkan dengan cara operasi. Tetapi seperti penjelasan dokter bahwa dengan kondisi saya hamil muda, lebih baik dibiarkan saja dahulu, jika sudah melahirkan ada kemungkinan akan hilang dengan sendirinya atau jika semakin parah berarti memang perlu tindakan operasi. Ya Allah dunia seperti runtuh seketika, pikiran sudah kalang kabut karena kepikiran calon jabang bayi tapi juga kepikiran penyakit tambahan ini. MasyaAllah tabarakallah, saat itu saya dan suami memilih untuk mendiamkan keadaan tersebut seperti normalnya saja, sambil berharap-harap cemas supaya tidak membesar dan menyebar. Dengan sugesti dan keyakinan yang kuat, kami anggap bahwa itu ujian Allah yang harus kita lewati, masih banyak ujian-ujian berat di depan sana yang menanti. Tidak apa-apa, saya sedikit melupakan pikiran-pikiran negatif yang selalu melintas di setiap teringat dengan kondisi saya. Fokus ke calon jabang bayi ya, dia butuh ibu yang kuat dan happy. Yuk bisa yuk!!

Hari demi hari saya jalani dengan berbagai macam perjuangan, terutama saat memasuki Trimester Kedua, dimana ini adalah masa ternyaman dalam masa kehamilan dan rejeki yang bertubi-tubi datang, tetapi juga sekaligus sebagai ujian baru yang datang menyerang. Kenapa ujian? Lanjut bacanya dong ~

Trimester Kedua, Masa-masa Paling Nyaman

Hai nak, yang di dalam perut ibu, di masa ini mungkin ukuranmu baru sebesar buah Mangga, tapi rasa sayang ibu sudah sungguh membara sejak kamu dinyatakan ada. Trimester kedua yaitu menginjak usia 4 hingga 6 bulan. Masa-masa ternyaman karena sudah mulai berkurang syndrom morning sickness, sudah mulai bebas makan apa saja tanpa perlu khawatir bakal keluar lagi, dan seperti biasa masih bisa beraktivitas meskipun itu banyak dibantu juga sama suami. Hehe

Benar - benar sedang menikmati hidup ya sis! Pada saat bekerja, saya beraktivitas di kantor dan berjalan kaki full tanpa menaiki kendaraan. Bukan karena gak boleh naik motor sih, tapi karena saya sendiri memilih untuk tidak manja dan harus kuat. MasyaAllah, ternyata banyak jalan-jalan ini malah bikin perut saya kram dan kencang. Cukup khawatir sama kondisi dede bayi dalam perut kalau diajak aktivitas berat kayak gitu. Padahal kerjaan saya malah mengharuskan terjun langsung ke lapangan survey mesin-mesin produksi dengan suara bising, banyak debu dan suasana yang cukup panas. Alhamdulillah, Allah menjawab semua kekhawatiran saya dan tanpa diduga suatu hari saya dipindahkan ke posisi dimana saya tidak perlu berjalan jauh lagi, malah cuma duduk - duduk saja kayaknya. 

Di sisi lain, suami saya sedang berjuang mencari nafkah supaya bisa memenuhi segala kebutuhan saya dan anak nantinya. Tanpa diduga tak dinyana, suami saya diterima kerja yang mengharuskan dia keluar kota, keluar pulau lebih tepatnya. Bagaimana perasaanmu ghi? Kaget, pasrah, tapi harus tetap bersyukur. Mungkin ini jalan Allah mengantarkan rejeki untuk keluarga kecil hamba. Belum siap LDR-an, sedangkan hari dimana suami harus berangkat pun tiba. Suami pamitan, saat itu weekend dan sudah pasti saya sedang libur, saya berdandan rapi dan syantik seakan-akan mau mengantarkan beliau ke bandara, padahal karena masih puncak pandemi suami melarang saya untuk ikut. Akhirnya cukup sekedar mengantarkannya di depan gang rumah saja. Kembali ke rumah, tiba-tiba saya menangis sejadi-jadinya karena mengingat semua perhatian suami (yang tidak ditunjukkan secara langsung) untuk istrinya yang sedang hamil muda ini. Ternyata begini perbedaannya tanpa ditemani suami meski baru dirasakan beberapa saat saja. Ya Allah beri hamba kekuatan!
hari di saat bapak pergi ke luar Jawa

Suami berangkat keluar pulau saat kandungan saya memasuki usia 5 bulan. Sebelum berangkat pun beliau sempat merasakan gerakan pertama si kecil di dalam perut, benar-benar halus bahkan sampai bingung ini antara perut ibu lapar atau memang gerakan si janin. Hehe mungkin si dede bayi paham mau ditinggal kerja sebentar sama bapaknya, jadi mau menunjukkan jati diri gitu deh. Ya gak dek?

Eh nangis-nangis saya di awal tadi ternyata cuma intronya doang guys! Karena saya melewati trimester kedua ini dengan perasaan super duper enteng, santuy dan enjoy life aja. Nangis ditinggal suami? Cuma pas awalan saja, habis itu happy lagi menjalani hidup. Bukan lupa dan gak tau diri ya, tapi saya berusaha jadi ibu yang kuat, tangguh dan tahan banting. Benar-benar masa ternyaman dalam masa kehamilan, makan sesukanya, diajak kondangan ayo, pulang kerja lanjut belanja sayur, mampir beli kebab, pulang kerja lanjut nyuci baju sambil ngedrakor dan belajar yutub tentang kehamilan, jemur baju sendiri dengan posisi jemuran yang jauh di atas kepala (jemuran khusus suami sih ini) jadi waktu itu jemurnya harus naik "dingklik" alias kursi kecil sambil pegangan mesin cuci sebelahnya. Hmm, kayaknya kalau ketahuan suami dan mama bakal dimarahin sih saya. Tapi tenang aja guys, InsyaAllah tetap hati-hati dan aman kok.

Saat suami berada di luar pulau, jadwal kontrol dan USG saya ditemani oleh calon utinya alias mama saya sendiri. Alhamdulillah waktu itu jarak rumah beliau dan tempat tinggal saya tidak terlalu jauh, cukup 30 menit saja. Jadi meskipun ditinggal suami sendirian di rumah, bersyukur sekali masih ada orang tua saya yang sering jenguk walau hanya beberapa hari dalam sepekan.

Sudah dulu ya cerita trimester kedua kali ini. Kalau masih pada mau nyimak, Yuk lanjut ke bagian selanjutnya yaa!

PART 1 : Persalinan Anak Pertama, Menyambut Dua Garis Merah

Halo pembaca setia blog ini. Hehe
Assalamu'alaikum.

Sesuai judulnya di atas, kali ini saya mau cerita tentang pengalaman pertama kali dalam seumur hidup saya melahirkan seorang manusia mungil yang sudah bersama saya selama 40 minggu 3 hari. Iya, proses melahirkannya memang tanpa dokumentasi, untuk itu saya mau cerita disini biar jadi memori saja bahwa perjuangan menjadi seorang ibu itu nyata adanya. Hmm boro-boro dokumentasi mengambil gambar untuk sekadar buat kenang-kenangan, pegang hp untuk balas chat saja rasanya tak mampu waktu itu. Yaudah kalau mau cerita lengkapnya, stay on page ya!

Garis Dua dalam 4 Bulan Pernikahan

Rasa-rasanya masih belum percaya bahwa Allah telah meniupkan malaikat kecil dalam tubuh saya secepat ini. Berawal dari setetes darah yang bakal berubah menjadi seorang manusia, bertumbuh dan berkembang dengan sempurna di dalam perut saya. Sebelum cerita proses persalinan, saya mau cerita euphoria awal mula kehamilan dulu ya. Biar lebih realistis dan dramatis gitu deh. Jadi pada hari Kamis tanggal 08 Oktober 2020, waktu itu saya sudah telat haid kira-kira 5 atau 6 harian. Suami yang tau itu langsung menyarankan saya untuk beli testpack di apotek terdekat. Saya bilang "nanti saja ya pak, pulang kerja, belum berani ngecek". Sepulang kerja kita mampir ke apotek arah rumah, saya dengan nekatnya dan malu-malu meong bilang ke mbak-mbak apotek buat beli alat tes kehamilan. Sudah siap uang 30 ribu di saku seragam kerja, siapa tau kurang saya minta uang tambahan ke suami, eh ternyata harga testpack cuman 5 ribuan euy. Iya waktu itu beli yang murah-murah saja, toh kalau memang hamil kan pasti tandanya sama. Yaudah beli 2 aja buat memastikan dan biar lebih yakin kalau-kalau memang garis dua yang muncul.

Malam itu juga, setelah beberes pulang kerja, saya iseng untuk ngecek, sambil deg-degan suami bilang "mbak, nanti kalau hamil beneran gimana?". Heran sama suami nih, ya kalau hamil malah gapapa kan ya kita ini memang suami istri. Yap, ternyata memang benar garis merah 2 itu muncul samar-samar. Alhamdulillah. Ohiya, menurut yang tertulis di bungkus testpacknya waktu yang optimal buat ngecek itu di pagi hari setelah bangun tidur, entah saya beneran baca di bungkusnya apa di google ya. Lupa saya. Karena masih belum yakin, mumpung masih ada satu lagi nih testpacknya, saya pakai buat ngecek besok bangun pagi setelah sholat Subuh. Dan kali ini jelas sekali 2 garis merah. Karena masih belum berani info ke siapa-siapa, saya hanya kirim gambar foto testpack ke mama, dan minta untuk booking jadwal bidan di sekitar rumah di hari Minggunya. Sesuai hasil testpack, tanggal 10 Oktober 2020 bidan membenarkan berita kehamilan ini dan memberikan sedikit edukasi medis di awal kehamilan. Berita bahagia ini tidak semerta-merta langsung saya share ke semua orang, saya hanya info ke keluarga dekat dan salah satu teman yang pertama kali tahu tentang kehamilan saya adalah Ambo (hehe hallo onty amboy sapa tau baca nih). Alhamdulillah wasyukurillah, Allah mendengar doa saya untuk segera mendapat momongan di tahun pertama pernikahan. Secepat itu. MasyaAllah.
Testpack pertama dan kedua. Hasil jelas 2 garis merah.
Ambo, orang yang pertama kali dapat kabar bahagia, selain keluarga.

Trimester Pertama, Penyesuaian Diri dengan Perubahan

Pada minggu awal kehamilan ini saya merasa tidak terlalu banyak perubahan yang terjadi dalam hidup saya, aktivitas masih intens lancar dan fisik pun tidak banyak berubah. Padahal waktu itu pekerjaan mengharuskan saya untuk terjun di lapangan panas-panasan, bergulat dengan mesin-mesin industri dan fisik saya hanya sekedar berubah menjadi lebih berisi, padahal secara berat badan masih sama saja loh.

Eh jangan senang dulu gi, masih ada 3 bulan lamanya untuk melewati Trimester Pertama selama kehamilan ini. Haha Benar saja guys, semakin hari perut saya jadi lebih menggembung. Iya, perutnya doang guys. Waktu itu literally perutnya saja yang berubah. Sampai-sampai di komen sama bidan kalau badan saya ini masuk kategori underweight, jadi saya dikasih PR untuk menaikkan BB di pertemuan bulan depan. Sejak saat itu, angka BB pas-pasan menjadi tamparan buat saya supaya giat makan dan ngemil demi perkembangan janin yang sempurna. Meskipun waktu itu saya mendapati morning sickness tahap labil. Kok gitu? Ya memang, saya merasakan mual dan muntah selayaknya orang hamil, tapi masih wajar kok. Pemicunya mungkin bau wangi parfum, detergen, atau pewangi laundry, sewaktu sikat gigi dan kalau saya terlalu banyak makan, hmm auto ambyar. Sebulan, dua bulan, sampai 3 bulan saya lewati dengan morning sickness labil, karena tubuh menyesuaikan diri dengan perubahan hormon. Beruntungnya saya masih doyan makan, kalau kata orang dulu sebutannya "ngebo", katanya gitu itu bawaan bayi. Entahlah Wallahualam.

Pada bulan ketiga hampir memasuki trimester kedua, perut saya sudah keliatan buncit, lingkar lengan sudah berubah lebih besar, dan bidan menyarankan untuk USG supaya bisa melihat perkembangan janin dan kantong rahim. Waktu itu tepatnya kehamilan 12 weeks saya pilih USG dengan dokter Hendra di Klinik dekat rumah, jadwalnya setiap Rabu malam dan Minggu pagi. Saya ambil jadwal di Minggu paginya. Ohya, saya sengaja tidak pakai fasilitas BPJS kesehatan untuk USG di setiap bulannya, karena memang gak mau ribet aja sih, BPJS kan cuma mengcover 1x USG di setiap trimester sedangkan saya dan suami memilih untuk ngecek kehamilan sekali setiap bulan. 

Pertama kali USG ini saya diantar sama mama karena suami tugas di luar kota. Kami menunggu dengan perasaan deg-degan dan was-was, karena ini kehamilan pertama dan calon cucu pertama. Setelah masuk ke ruang USG, saya lihat di layar calon jabang bayi mungil seukuran 3cm dan mendengar detak jantungnya untuk pertama kali. Alhamdulillah, dokter sebutkan perkembangan janinnya normal dan sehat. MasyaAllah Tabarakallah. Dan ini hasil USG pertama kali guys.
Sudah berbentuk bayi mungil berukuran 3.42 cm
Perubahan-perubahan di awal kehamilan ini pastinya bukan cuma saya saja yang merasakan, suami saya pun juga ikut berubah. Untungnya suami tetap siaga, dia yang selalu buatkan susu hamil dan menyiapkan sarapan pagi supaya dede bayi di dalam perut selalu ternutrisi. Huhu maaf ya pak, istrimu ini sungguh merepotkan sekali. Bukan hanya pekerjaan-pekerjaan ringan begitu saja loh, suami ekstra hati-hati sampai "benar-benar" mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga. Gak kebayang gimana perubahan tenaga ekstra dan persiapan psikisnya demi menyambut buah hati. Special thanks for my lovely "bapak". Hehe

Sepertinya cerita ini bakal panjang sekali ya kawans, jadi bakal saya jadikan beberapa part saja, semoga kalian tidak bosan dan tetap penasaran. Hayuk lanjut ke Part 2 yuk!

To Be Continued ...